Sabtu, 23 Oktober 2010 - "Dengan memahami mengapa mereka jatuh cinta dan mengapa mereka begitu patah hati, mereka dapat menggunakan terapi baru."
Sebuah studi meta-analisis terbaru yang dilakukan oleh Profesor Universitas Syracuse, Stephanie Ortigue, telah mendapatkan perhatian di seluruh dunia. Penelitian inovatif, “The Neuroimaging of Love,” mengungkapkan bahwa jatuh cinta dapat menimbulkan tidak hanya perasaan gembira yang sama dengan saat menggunakan kokain, tapi juga mempengaruhi area intelektual otak. Para peneliti juga menemukan fakta bahwa jatuh cinta hanya butuh waktu sekitar seperlima detik.
Ortigue adalah asisten profesor psikologi dan asisten profesor sisipan neurologi, baik keduanya dari The College of Arts and Sciences di Universitas Syracuse.
Hasil dari tim Ortigue mengungkapkan bahwa ketika seseorang jatuh cinta, 12 wilayah kerja otak secara bersamaan melepaskan euforia yang mempengaruhi bahan-bahan kimia seperti dopamin, adrenalin oksitosin, dan vasopression. Perasaan cinta juga mempengaruhi fungsi kognitif canggih, seperti representasi mental, metafora dan citra tubuh.
Temuan ini menyodorkan pertanyaan, “Apakah hati yang jatuh cinta, ataukah otak?”
“Itu pertanyaan yang selalu sulit,” kata Ortigue. “Saya akan mengatakan otak, tapi hati juga terkait karena konsep cinta yang rumit dibentuk oleh proses bottom-up dan top-down dari otak ke jantung dan sebaliknya. Misalnya, aktivasi di beberapa bagian otak dapat menimbulkan rangsangan ke jantung, menimbulkan perasaan gugup. Pada beberapa gejala, kita terkadang merasa sebagai manifestasi dari hati, terkadang pula bisa datang dari otak.”
Peneliti lain juga menemukan bahwa kadar darah yang menjadi faktor pertumbuhan saraf, atau NGF, juga meningkat. Level tersebut secara signifikan lebih tinggi pada pasangan yang baru saja jatuh cinta. Molekul yang terlibat memainkan peran penting dalam chemistry sosial manusia, atau fenomena ‘cinta pada pandangan pertama’. “Hasil penelitian ini mengkonfirmasikan bahwa cinta memiliki dasar ilmiah,” kata Ortigue.
Temuan ini memiliki implikasi besar bagi ilmu saraf dan penelitian kesehatan mental karena ketika cinta tidak berhasil, itu bisa menjadi penyebab signifikan stres emosional dan depresi. “Ini merupakan penelitian lain ke dalam otak dan ke dalam pikiran pasien,” kata Ortigue. “Dengan memahami mengapa mereka jatuh cinta dan mengapa mereka begitu patah hati, mereka dapat menggunakan terapi baru.” Dengan mengidentifikasi bagian otak yang dirangsang oleh cinta, dokter dan terapis dapat lebih memahami rasa sakit pasien yang patah hati.
Penelitian ini juga menunjukkan beberapa bagian yang berbeda pada otak yang jatuh cinta. Sebagai contoh, cinta tanpa syarat, seperti antara ibu dan anak, dipicu oleh wilayah tengah otak. Cinta gairah dipicu oleh bagian reward otak, dan juga asosiatif dengan area otak kognitif yang memiliki tingkat tinggi fungsi kognitif, seperti citra tubuh.
Ortigue beserta timnya bekerja sama dengan tim dari Universitas West Virginia dan sebuah rumah sakit universitas di Swiss.
Hasil studi diterbitkan dalam Journal of Sexual Medicine.
http://www.faktailmiah.com/2010/10/23/dalam-seperlima-detik-jatuh-cinta-lebih-ilmiah-dari-yang-anda-pikirkan.html